Hukum Bunga Bank/ Riba & Ancaman Bagi Pelakunya

Sebelum kita mengupas persoalan Riba’/ Bunga Bank, sebaiknya kita terlebih dulu memahami apa yang di dimaksud dengan “RIBA’ “. Yaitu: Riba’ secara bahasa berarti “ziadah/ tambahan”.


Riba’ secara Syariat, “Penyerahan pergantian sesuatu dengan sesuatu yang lain yang tidak dapat terlihat wujud kesetaraannya menurut timbangan Syara’ ketika Aqad, atau disertai kelebihan pada akhir proses tukar menukar, atau hanya salah satunya”.


Kami akan melampirkan beberapa firman Alloh Ta’ala, dan hadist-hadist Nabi SAW, yang tentunya cukup kami uraikan dengan terjemahan/ maksud dari pada ayat dan hadist tersebut. Semoga para pembaca dapat memakluminya. Adapun hukum-hukumnya kami bahas di akhir tulisan ini.


“Riba’ itu haram dalam hal mengerjakan-nya, memakan-nya, nya, mencatatkan-nya, menyaksikan-nya dan mempermainkan-nya (meperdayakan akad riba’ agar tidak dianggap riba’“.


Banyak sekali orang yang menganggap proses bunga bank itu sesuatu yang sama saja dengan jual beli, anggapan ini dikarenakan seseorang yang mungkin tidak memahami hakikat riba’ dengan benar, akhirnya mereka tersesat akibat tidak ada rasa ingin tahu hukum syari’at dalam perdagangan secara syari’at. Bisa jadi, mereka memilih tidak mau tahu atau pura-pura tidak tahu dan tidak mau bertanya kepada para Ulama’, sebab dianggap akan merepotkan dirinya sendiri. Orang Muslim yang seperti ini tidak akan ada ketenangan dalam hatinya dan Alloh Ta’ala, murka padanya.


Riba’ merupakan salah satu dosa dari dosa-dosa besar. Penghasilan dari riba’ (makan bunga bank) akan mempengaruhi proses pertumbuhan daging tubuh seseorang dan keluarganya, yang berdampak tidak didengar do’anya oleh Alloh Ta’ala, malas beribadah, mati su’ul khotimah dll, Darah yang mengalir di badan-nya menjadi panas walaupun kita tidak merasakan panas secara dhohiriyah. Hakikatnya uang Riba’/ bunga bank itu adalah api yang akan membakar tubuhnya di hari pembalasan/Qiamat.


“....Setiap daging yang ditumbuhkan dari makanan haram, maka api neraka lebih berhak atas daging tersebut...” Alhadist.


hanya orang orang yang bertaubat dan sadar dari kesalahan2 yang telah lalu, mereka akan mendapat ampunan dari Alloh Ta’ala, dan selamat di dunia maupun di akhirat.


Tugas berat Ulama’/ para Ustad agama yang Ikhlas, jujur, yaitu: wajib menyampaikan hukum haramnya bunga bank/riba’ kepada semua ummat Islam tanpa terkecuali, apa lagi disaat ini sedang semaraknya “KARTU KREDIT” yang disebarkan dan ditawarkan dari bank-bank konvensional/ non Islam ke seluruh pelosok negeri ini yang mayoritas Muslim, sungguh sangat memprihatinkan. Ummat Islam berebut ingin mendapatkan “KARTU KREDIT”/ hutangan dengan cara cara rubuwiyah dan terkesan ada indikasi untuk mengebiri generasi Islam dalam urusan akhirat, sehingga ummat disibuk-kan dalam urusan hutang piutang/duniawi, bahkan yang lebih menyedihkan lagi, banyak ustad ustad agama dan Mubaligh yang ikut menerima “KARTU KREDIT” apa bila ditawarkan pada mereka atau menabung di bank bank non Islam yang berarti ikut membantu dan mendukung sistem perputaran uang yang jelas-jelas dilaknat oleh Alloh Ta’ala, sekalipun mereka tidak mengambil hasil riba’/ bunganya. Padahal mereka mengerti, apa-apa yang mereka lakukan itu adalah hal hal yang diharamkan,


“...Akan datang suatu zaman pada manusia, pada saat itu seseorang sudah tidak akan memperdulikan lagi apa-apa yang ia dapati, apakah dari yang halal atau dari yang haram...” Alhadist.


Hadist dari Shohabat Salim Maula Abi Hudaifah ra, Rosululloh SAW, bersabda, Maksud Hadist:

“Sungguh akan datang di hari Qiamat, sekelompok orang yang membawa amalan kebaikan seperti gunung-gunung Tihamah, sehingga saat amal-amal itu datang pada mereka, dijadikan oleh Alloh Ta’ala amal-amal mereka hilang melayang, kemudian mereka di masukan ke dalam Neraka”, lalu Shohabat Salim berkata: wahai Rosululloh...“Demi Ayahku, engkau dan Ibuku..! beri tahu kami sifat-sifat mereka sehingga kami mengenalinya, demi yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sesungguhnya aku khawatir termasuk golongan mereka”, lalu Nabi SAW’ bersabda, Maksud Hadist: “Wahai Salim, sesungguhnya mereka itu dulu (di dunia) orang-orang yang tekun Ibadah puasa dan Sholat, akan tetapi saat ditawarkan pada mereka sesuatu yang haram, mereka bergegas berebut menerimanya, maka Alloh melenyapkan amal-amal baik mereka”.


Salah satu seorang Sholeh Alim, Amil dan wara’ (Minal Arifin) berkata :


“ulama’ suu’ atas Agama Muhammad (Islam), lebih bahaya dari pada Iblis..!!”


Bila orang yang alim, amil dan mukhlis berdiam dengan riba’/ bunga bank, maka mereka akan dimintai pertanggungan jawab dihadapan Alloh Ta’ala, di akhirat.


“Alloh melaknat orang yang makan riba’ (menerimanya), yang mewakilinya (memberinya),yang mencatatkan-nya dan yang menyaksikan-nya” (Alhadist).


“Riba’ itu ada 73 pintu/ cara, paling ringan (dosa makan riba’/ menerima) seperti seorang yang menikahi/ menzinai ibunya sendiri...” Alhadist.


Mari kita simak beberapa maksud firman Alloh Ta’ala:

“Orang orang yang memakan Riba’, tiada berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan dengan sentuhan kepadanya, yang demikian itu karena mereka berkata, “sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba’, padahal Alloh menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba’ “maka barang siapa menerima pelajaran dari Tuhan-nya, lalu berhenti (melakukan riba’) maka baginya apa yang telah lalu dan urusannya (terserah) kepada Alloh. Barang siapa kembali (melakukanya), mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya” (Albaqarah : 275).


“Alloh menghapuskan (berkat) riba’ dan menambahkan(berkat) sedekah. Dan Alloh tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran lagi berbuat dosa” (Albaqarah :276)


Ayat ayat berikutnya :

“Hai orang orang yang beriman, bertaqwalah kepada All0h dan tinggalkanlah sisa sisa riba’, jika kamu orang orang yang beriman” (Albaqarah : 278).


“Maka jika kamu tidak memperbuatnya (meninggalkan sisa-sisa riba’) maka ketahuilah Alloh dan Rasul-nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (tidak memperbuat riba’ lagi) maka bagi kamu pokok hartamu (modal),kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. (Albaqarah : 279).


“Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba’ dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Alloh agar kamu mendapat kemenagan” (Ali Imran :130).


Ayat ayat diatas adalah dasar-dasar hukum Qoth’i/ nash Alqur’an (pengharaman riba’) yang tidak dapat dikompromikan lagi oleh siapapun, begitu juga para Ulama’ dan Mufassirin, semua sepakat atas haramnya riba’/ bunga bank, kecuali ulama-ulama sekular yang mencoba mengutak-atik ayat ayat tersebut, mereka berusaha memutar-balikkan hukum Alloh dengan berfatwa sesuai pendapatnya, tanpa kita ragukan lagi, bahwa mereka adalah ulama-ulama Suu’ yang akan mendapat azdab dari Alloh Ta’ala...


Mencari solusi menghindari riba’/ bunga bank serta hukum-hukumnya

Di zaman ini, seorang yang menghindar dari urusan riba’ tetap akan terkena debunya(dimaafkan), dengan adanya niat yang baik untuk menghindar dari bahaya riba’, maka Alloh Ta’ala tidak mencatat dosa baginya. dan persoalan ini tentu merupakan tantangan cukup berat bagi ummat Islam. Berikut soal jawab:


Soal : “Apa hukumnya menabung di bank2 non Islam ?”.

Jawab : “Hukumnya haram, apa bila sudah ada bank-bank syari’ah, jika belum ada bank syari’ah, menurut fatwa Ulama’ diperbolehkan dengan alasan masa darurat”.


Soal : “Bagaimana hukumnya menabung di bank non Islam, tetapi tidak mengambil bunganya?”.

Jawab : “hukumnya tetap haram, sebab sama juga membantu dan mendukung cara perputaran uang yang tidak dibenarkan secara Syari’ah dan itu pasti dosa”.


Soal : “Setahu saya, perputaran uang di bank-bank syari’ah dikelola oleh BI dengan cara konvensional, apakah itu tidak berarti sama saja ujung-ujungnya riba’ ?”.

Jawab : “Tidak sama, sebab ketika nasabah menyetorkan uangnya diawali dengan cara aqad secara syari’ah dan aqad inilah yang menjadi penentuan/ patokan sah atau tidak, adapun dibalik itu bila ada pengelolaan uang nasabah secara konvevsional di BI maka nasabah tidak ikut berdosa dan Alhamdulillah, sekarang uang yang masuk dari semua bank syari’ah ke BI dikelola secara syari’ah juga”.


Soal : “Bagaimana di zaman ini, kami sangat sulit mu’amalah (berbisnis) dengan cara syari’ah mengingat hampir semua yang berhubungan kerja dengan kami adalah orang-orang yang menggunakan bank-bank non Islam, terpaksa pada sistem pembayaran, kami mengikuti mereka dengan menggunakan bank non Islam?”.

Jawab : “Dalam kondisi seperti itu, anda diperbolehkan melakukan transaksi via bank konvensional dikarenakan darurat (tidak ada cara lain), akan tetapi, jika ada cara dan memungkinkan transaksi via bank syari’ah maka hal itu tetap diharamkan”.


Soal : “Uang bunga bank yang tidak diambil oleh ummat Islam, akan digunakan untuk kepentingan musuh Islam/ kristenisasi, apa sebaiknya kita ambil saja untuk kepentingan sosial ?”.

Jawab : “Jika ummat Islam sudah tahu akan hal tersebut, kenapa masih saja menyimpan uang mereka di bank-bank non Islam? simpan saja uang ummat Islam di bank-bank syari’ah”. Dan perlu difahami, bahwa uang bunga bank yang boleh diambil untuk kepentingan sosial adalah yang didalamnya tidak ada unsur kesengajaan, tetapi jika ada kesengajaan seperti sudah tahu menyimpan uang di bank non Islam itu ada bunganya, namun masih saja menyimpannya di bank tersebut, maka hukumnya haram, bila bunganya diambil, dosanya berlipat ganda.


Soal : “Hampir semua bank-bank syari’ah pemiliknya non muslim, bagaimanakah hal itu?

Jawab : “Tidak jadi masalah walaupun para pemilik bank syari’ah adalah non muslim atau katakan saja pemiliknya seorang Yahudi, selama mereka menerapkan cara-cara syari’ah dalam mu’amalah ya kita dukung dan kita ikuti, karena mereka (non muslim) berhak menerima hasil kerjanya dengan cara yang dibenarkan dalam syri’at. Seperti halnya seorang Islam berbelanja sembako di toko milik orang non Islam. itu diperbolehkan dan halal selama tidak ada hal-hal yang menggugurkan syarat-syarat jual beli. Justru kita ummat Islam yang harus sadar, mengapa mereka (non Islam) yang mejadi pemilik saham perekonomian syari’ah?, mengapa bukan kita?.


Alhasil, kita harus menyadari dan mendukung bank syari’ah yang sedang berkembang, jangan kita mengkritik kecuali yang sifatnya membangun. Sangat tidak layak, ummat Islam bergandengan tangan bekerjasama dengan bank konvensional secara damai, tetapi menjadi tukang kritik bagi bank-bank syari’ah yang justru mematahkan semangat dan tidak membangun.

Sampai disini kajian ini, semoga bermanfa’at, Amin.


Salim Syarief Mauladawilah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar