ADAB DAN HIKMAH ROMADHON

“Berpuasa itu adalah Perisai (tameng) dari api Neraka, ibarat Perisai salah satu kalian dari peperangan” (Alhadist).


Ma’na Hadist: Kata “JUNNAH (perisai)” Menahan berbuat Ma’shiat, dan perisai itulah yang akan menjadi penghalang seorang Hamba yang Taqwa, dari sentuhan Api Neraka.

Begitu besar keutamaan Bulan suci Romadhon, datangnya bulan suci ini disambut gembira oleh para Mala’ikat dan Umat Nabi Muhammad SWT, hanya Orang2 Munafiq yang tidak merasa gembira. Betapa tidak, Bulan suci Romadhon adalah bulan Rahmat, Maghfiroh (ampunan) dan bulan pembebasan dari Api Neraka bagi yang mengharap Rahmat Alloh SWT, dengan Imanan Wa Ihtisaban (Iman & mengharapkan pahala Alloh Ta’ala semata).


Telah diriwayatkan : “....Bulan Romadhon awalnya merupakan Rahmat, pertengahanya adalah Maghfiroh (ampunan) dan diakhir bulan Romadhon adalah Pembebasan dari Api Neraka.....”.


Termasuk keutamaan bulan puasa bagi seorang hamba yang senatiasa beribadah dengan keimanan dan mengharap Ridho’ Allah SWT semata, dia akan menjadi hamba yang beruntung dan mendapat derajat yang sangat tinggi dimata Allah SWT.

Dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Adaylami (Musnad Alfirdaus), Rosulullah SAW, bersabda :

“Diamnya seorang yang sedang berpuasa merupakan Tasbih, Tidurnya adalah Ibadah, Do’anya mustajab dan amalan baiknya dilipat gandakan”.


Pahala khushus Dari Alloh SWT, bagi yang menjaga Ibadah Puasa

“Dari Abu Huraurah Ra, Berkata : Bahwasanya Rosulullah SAW, Bersabda : Alloh SWT, berfirman, “Semua amal anak adam untuk dirinya kecuali Ibadah puasa, maka sesungguhnya dia (ibadah puasa) untuk-Ku dan Aku yang akan memberi pahala karnanya” (Muttafaqun Alaih).

Hadist tersebut mempunyai nilai khusus (istimewa) untuk siapa saja dari ummat Nabi Muhammad SAW, yang melakukan Ibadah puasa. dalam kalimat “Wa Ana Ajzii Bih..” (Aku yang akan memberi pahala karnanya) merupakan pemberian pahala yang sangat Istimewa, tidak ada yang tahu nilainya kecuali Alloh Ta’ala, dan itu merupakan rahasia Alloh Ta’ala. Dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Thobroni dan Imam Baihaqy, Rosulullah SAW, Bersabda :

“Ibadah Puasa untuk Alloh Azza wa Jalla, tidak ada yang mengetahui pahala yang melakukanya kecuali Alloh Azza Wa Jalla”


Tentunya,untuk mencapai pahala khusus dalam Ibadah puasa harus memenuhi beberapa syarat/ adab guna menyempurnakan Ibadah seorang hamba, sebagai berikut :


A-Niat berpuasa karna Alloh Ta’ala, dengan disertai Hati yang Hadir.

B-Menjaga perkara2 yang membatalkan Ibadah puasa (mufthirot) seperti,Masuknya Sesuatu ke Dalam perut dengan disengaja,berhubungan antara suami istri disaat menjalankan puasa.

C-Menjaga perkara2 yang membatalkan pahala Puasa (muhbithot) seperti Ghibah (menggunjing) Namimah (adu domba), Berbohong, Melihat wanita yang bukan mahromnya dengan Sengaja disertai syahwat, Bersenang senang bersama istri dengan Syahwat, Sumpah palsu, Menjadi saksi palsu, Takabbur(sombong/angkuh), menjauhi makanan & minuman dari yang Haram, menjauhi dari penghasilan Haram, memutuskan hubungan silaturrahmi (permusuhan), berkata kotor dan keji.

D-Bagi kaum Hawa hendaknya tidak sering keluar Rumah dan apabila keluar dari rumah maka wajib Menutup Aurat sesuai cara Syari’at.


Melawan Hawa Nafsu Mencari Lailatul Qodar

Sesungguhnya Lailatul Qodar diturunkan pada malam yang penuh barokah, rahmat dan ampunan, tidaklah seorang hamba yang ta’at senantiasa di malam itu memohon pada Alloh SWT, kecuali akan dikabulkan. Betapa ruginya seorang hamba bila melewatkan malam tersebut.


Maksud Firman Alloh SWT, :

“1.Sesungguhnya Kami telah menurunkan-nya ( Alqur’an ) pada Lailatul Qodar. 2. dan taukah engkau apakah Lailatul Qodar itu? 3. Lailatul Qodar itu lebih baik dari seribu bulan. 4. Malaikat dan Ruh (Jibril) turun padanya dengan izin Tuhan-nya membawa segala perintah. 5.Sejahteralah malam itu sampai terbit Fajar.“



Ayat tersebut merupakan Nash dari Alqur’an yang menjelaskan, bahwa Lailatul Qodar adalah kejadian luar biasa yang turun disetiap bulan suci Romadhon. Segala amal baik yang dilakukan pada malam itu dilipat gandakan pahalanya sehingga seakan-akan seorang hamba beramal selama 1000 bulan. Rosululloh SAW, tidak memberi tahu kepastian terjadinya malam Lailatul Qodar, agar ummat Islam senatiasa menghidupkan Sunnah dan semangat beribadah selama bulan Romadhon.


Akan tetapi ada beberapa riwayat Hadist shohih yang menjelaskan tanda2 turun-nya malam Lailatul Qodar akan terjadi pada hitungan tanggal malam ganjil diantara 10 malam2 yang terakhir. Ummat Nabi Muhammad SAW, diberi kesempatan untuk meraihnya (Lailatul Qodar), dimana pada malam itu para Mala’ikat diturunkan ke langit bumi guna meng-amini dan mencari siapa saja dari Ummat Muhammad SAW, yang memohon Rahmat, Ampunan dan Derajat yang sangat tinggi (1000 bulan) dari Alloh SWT, hingga menjelang fajar. Hanya Orang Ta’at dan bijak yang akan selalu mencari keutamaan Lailatul Qodar dan meraihnya.


Dari Ubadah Ashomid ra,berkata : “Rosulullah SAW,telah memberi kami kabar tentang Lailatul Qodar, Beliau bersabda : “Lailatul Qodar adalah 10 akhir di bulan Romadhon, yaitu pada malam 21, atau malam 23, atau malam 25, atau malam 27, atau malam 29, atau diakhir malam Romadhon. Barang siapa menghidupkan-nya (Sholat) dengan mengharap pahala dari Alloh SWT, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang”



Dalam riwayat yang lain, Rosululloh SAW, bersabda :

“Barang siapa menghidupkan (Sholat) malam Lailatul Qodar dengan Ibadah karena iman dan mengharapkan pahala dari Alloh SWT, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu” (Muttafaqun Alaih).


Tanda2 terjadinya Lailatul Qodar versi Imam Qolyubi.


Dengan melihat awal hari dari bulan Romadhon.

  • Jika awal Romadhon hari Ahad/ hari Rabu, maka kemungkinan Lailatul Qodar pada malam 29.
  • Jika awal Romadhon hari Jum’at / Selasa, maka kemungkinan Lailatul Qodar pada malam 27.
  • Jika awal Romadhon hari Kamis, maka kemungkinan malam Lailatul Qodar pada malam 25.
  • Jika awal Romadhon hari Sabtu,maka kemungkinan malam Lailatul Qodar pada malam 23.
  • jika awal Romadhon hari senin, maka kemungkinan malam Lailatul Qodar pada malam 21.


Adapun tanda tanda malam Lailatul Qodar adalah udara pada malam itu tidak panas dan tidak dingin (sedang), ke-esokan harinya matahari tidak terlalu panas.


Alhasil, kunci utama untuk mendapatkan “Lailatul Qodar” adalah melawan Hawa Nafsu (Syaithon) dengan menghindari segala macam bentuk kema’siatan serta meperbanyak Ibadah terutama sholat malam (Qiyamul Lail) selama bulan suci Romadhon atau kita menjadi hamba yang kalah melawan Hawa Nafsu.

Termasuk kewajiban kita untuk menjaga dan meperingatkan keluarga kita dari hal hal yang merusak moralitas Islam dan bangsa seperti menonton tayangan2 televisi yang tidak mendidik dan merusak moral/ mental ummat Islam Indonesia, khususnya pada anak2 kita. Tentunya tayangan2 itu jika ditonton, akan menggugurkan pahala ibadah puasa kita, terlebih lagi acara ma’siat tersebut ditayangkan disaat menjelang waktu sahur. Semestinya mereka wajib menghormati ummat Islam yang sedang melaksanakan ibadah puasa Romadhon, sementara pemerintah kita (MUI) terkesan APATIS menanggapi tayangan yang tidak bermoral tersebut.



Seputar hukum puasa romadhon

Wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah mempelajari hukum hukum Ibadah Puasa, khususnya di bulan Romandon, guna menyempurnakan Ibadahnya. Banyak sekali diantara kita yang tidak memahami hukum hukum Islam khususnya dalam masalah Ibadah, akhirnya, mereka beribadah tanpa ilmu (hukum2 ibadah) akibatnya ibadah mereka tertolak (tidak diterima). Semua ini disebabkan kesalahan para orang tua yang kurang memperhatikan putra putrinya dalam pendidikan agama. Kelak di akherat kita akan ditanya oleh Alloh Ta’ala, soal tanggung jawab dalam mendidik putra putri kita. Jika kita salah mendidik, bukan tidak mungkin anak anak kita akan menuntut di Akherat kepada orang tua mereka dihadapan Alloh Ta’ala, yang berakibat kita terjerumus kedalam jurang Api Neraka. Na’uudzu billahi min dzalik.


Syarat syarat wajibnya puasa Romadhon :

  1. Islam (tidak wajib bagi orang kafir).
  2. Mukallaf (aqil&baligh) wajib bagi orang tua mendidik puasa sebelum putra putrinya masuk umur baligh.
  3. Mampu berpuasa (tidak wajib bagi orang tua yang tidak mampu & orang sakit yang tidak ada harapan sembuh Maka wajib bagi keduanya membayar fidyah, satu mud/ 6,25 ons dari beras. Bagi kaum wanita yang haid/ nifas, hukumnya haram berpuasa dan wajib meng-qodo’).
  4. Sehat (tidak wajib bagi orang sakit berpuasa dan wajib meng-qodo’ ketika sembuh).
  5. Muqim(tidak wajib bagi musafir melebihi jarak 84km sebelum waktu fajar & wajib meng- qodo’).


Rukun rukun Puasa ada dua :

1-Niat (wajib di hati, adapun dengan ucapan adalah sunnah/ anjuran). Niat puasa merupakan hal yang sangat penting, puasa wajib tanpa niat tidak Sah, disengaja maupun tidak, kecuali puasa sunnah, apabila lupa, boleh niat hingga menjelang waktu dhuhur, asal setelah waktu fajar/subuh tidak ada makanan/minuman yang masuk kedalam perut atau junub/hadast besar. Masuknya waktu Niat, setelah Maghrib hingga menjelang waktu fajar/subuh dan di sunnahkan “IMSAK” (menahan makan, kira2 10 menit sebelum masuk waktu fajar/subuh.

Banyak terjadi diantara kita ummat islam, apa bila mendengar azan subuh, mereka masih makan/minum, dan jika hal ini dilakaukan,maka puasanya batal, oleh sebab itu di sunnahkan IMSAK guna menghindari hal tersebut.

2-Meninggalkan segala macam yang membatalkan puasa, kecuali lupa atau jahil ma’dzur (orang yang tidak mengerti hukum puasa disebabkan kehidupan-nya jauh dari ulama’).


Hukum berjima’/bersetubuh dengan sengaja, disaat berpuasa Romadhon :

Bagi yang melakukan persetubuhan disaat berpuasa Romadhon, berdosa besar, wajib meng-qodo’ dan baginya kaffaroh udhma (membayar salah satu dari tiga sanksi dan harus berurutan), yaitu :

  1. Memerdekakan budak perempuan muslimah yang sehat, bila tidak memiliki budak maka baginya dikenakan sanksi yang ke-dua.
  2. Berpuasa dua bulan ber-turut2,bila tidak mampu maka baginya dikenakan sanksi yang ke-tiga.
  3. Memberi beras kepada 60 faqir miskin, perorangnya berhak menerima 6,25 ons beras. Dan diwajibkan kaffaroh tersebut pada suami saja tidak atas istri dan untuk keduanya wajib meng-qodo’ puasa. Jika hal itu dilakukan atas kemauan istri, maka kedua dua-nya sama2 berdosa dan apabila si istri dipaksa atau sudah memperingatkan suaminya, maka si istri tidak berdosa.


Hukum bagi wanita yang sedang hamil atau menyusui di bulan Romadhon:

Ada dua macam kemungkinan yang harus difahami oleh wanita yang sedang hamil, yaitu :

  • Wanita yang sedang hamil atau menyusui, apa bila keduanya khawatir atas janin-nya/ bayinya saja, maka Ibunya boleh meninggalkan puasa Romadhon dan wajib membayar fidyah & meng-qodo’ puasanya.
  • Wanita yang sedang hamil dan menyusui, apabila keduanya khawatir akan kesehatan dirinya serta anaknya, maka boleh meninggalkan puasa Romadhon dan cukup meng-qodo’ puasanya saja tanpa fidyah.


Hukum hukum tersebut, sesuai dengan fatwa Syafi’i, mengingat mayoritas di Indodesia adalah bermadzhab syafi’i. apabila ada pendapat2 yang lain, tentunya di luar garis standard Syafi’i.

Semoga kajian di bulan Romadhon ini, bermanfaat untuk kita semua.. Amin amin Ya Robbal Alamin.


Salim Syarief MD.

Filsafat Ramadhan

Marhaban barasal dari kata rahb yang berarti luas atau lapang. Marhaban menggambarkan suasana penerimaan tamu yang disambut dan diterima dengan lapang dada, dan penuh kegembiraan. Marhaban ya Romadhon (selamat datang Romadhon), mengandung arti bahwa kita menyambut bulan Romadhon dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan menggerutu.

Rosululloh SAW, sendiri senantiasa menyambut gembira setiap datangnya Romadhon. Dan berita gembira itu disampaikan pula kepada para shohabatnya seraya bersabda:

"Sungguh telah datang kepadamu bulan Romadhon, bulan yang penuh keberkatan. Alloh Ta’ala telah menetapkan kewajiban atas kamu puasanya. Di dalam bulan Romadhon dibuka segala pintu surga dan dikunci segala pintu neraka dan dibelenggu seluruh setan. Padanya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lailatul qodr). Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebaikan malam itu maka sesungguhnya dia telahl dijauhkan dari kebajikan" (Imam Ahmad).

Marhaban ya Romadhon, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Alloh Ta’ala.

Perjalanan menuju Alloh Ta’ala itu dilukiskan oleh para ulama salaf sebagai perjalanan yang banyak ujian dan tantangan. Ada gunung yang harus ditelusuri, itulah nafsu.

Digunung itu ada lereng yang curam, belukar yang hebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak dilanjutkan. Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan. Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat yang indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Arrahman untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya.

Untuk sampai pada tujuan tentu dibutuhkan bekal yang cukup. Bekal itu adalah benih-benih kebajikan yang harus kita tabur dilahan jiwa kita. Tekad yang keras dan membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Romadhon dengan sholat dan tadarrus, serta siangnya dengan ibadah kepada Alloh Ta’ala melalui pengabdian untuk agama.

SPIRITUALISME DAN MATERIALISME.

Puasa Romadhon hakekatnya adalah melatih dan mengajari naluri (instink) manusia yang cenderung tak terkontrol. Naluri yang sulit terkotrol dan terkendali itu adalah naluri perut yang selalu menuntut untuk makan dan minum dan naluri seks yang selalu bergelora sehingga manusia kewalahan untuk mengekang dua naluri ini.

Dalam sejarah manusia didapatkan dua falsafah yang dapat menguasai dan mendominasi kebanyakan manusia, yakni falsafah materialisme yang berorientsi pada materi saja, dan falsafah spiritualisme yang hanya berorientasi pada rohaniah saja.

Orang-orang yang berorientasi materi - terdiri dari orang-orang atheis, komunis dan animisme dan berhalaisme - mereka hidup untuk dunianya saja. Mereka melepaskan kendali nalurinya dan tak pernah puas. Bila terpenuhi satu keinginannya, timbul keinginan baru begitu seterusnya. Sahwat manusia bila sudah terbakar maka akan merembet dari sedikit ke yang banyak, dari banyak ke yang terbanyak.

Alloh mengecam orang-orang seperti ini, Maksud firman Alloh Ta’ala:

"Biarkanlah mereka makan, dan bersenang-senang, mereka dilalaikan oleh angan-angan dan mereka akan mengetahui akibatnya".(Al Hijr 3).

Ayat lain: "Orang-orang kafir mereka bersenang-senang dan makan seperti binatang ternak makan. Dan neraka adalah tempat tinggalnya".(Muhammad : 12)

Mereka hidup di dunia ini dalam keadaan kosong. Jiwanya dikuasai nafsunya, menghalalkan segala cara, dan dihari kiamat nanati mereka mendapat balasan yang setimpal. "Demikian itu bersenang-senang di bumi tanpa haq dan mereka sombong".(Ghofir : 75). Sementara filsafah spiritualisme yang didasarkan pada kerahiban, berpandangan bahwa pengabdian kepada Sang Pencipta harus menekan naluri seks mengikis habis pendorong-pendorongnya dan mematikannya yang juga dibarengi dengan mengurangi makan. Dengan kata lain mereka masuk dalam kancah peperangan melawan jasad manusiawinya. Filsafah ini dilakukan oleh gereja sejak dahulu kala.

Orang-orang Barat dewasaa ini melepaskan diri dari filsafat gereja, mereka menggunakan waktu dan harta kekayaannya untuk memenuhi sahwat jasmaninya. Filsafat spiritualismenya telah lenyap, bahkan gereja-gereja sudah tiada lagi pengunjungnya walaupun pada hari Minggu. Seandainya masih ada, itu hanya sekelompok minoritas yang hidup di dunia Islam.

Agama Islam adalah agama yang seimbang. Ia menghormati rohani dan jasmani sekaligus, ia memperhatikan nilai-nilai ideal manusia, tapi juga menjamin kebutuhan hidup naluri duniawinya asal dalam lingkup keutamaan, ketaatan, kehormatan.

Ia membolehkan manusia makan dengan catatan dalam batas kewajaran dan kehormatan. "Makanlah dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa berlebih-lebihan dan tidak dibarengi kesombongan".(Bukhory)

Islam menyeimbangkan antara rohani dan jasmani. "Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari lapar, karena sesungguhnya seburuk-buruk tidur adalah dalam keadaan lapar. Dan aku berlindung kepadamu dari khianat, karena itu adalah seburuk-buruk suasana kejiwaan". (HR Abu Daud).

Islam memperhatikan kehidupan dunia dan akhirat, "Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertaqwa: Apa yang Tuhan kalian turunkan? mereka berkata: Keberuntungan bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini dan akherat lebih baik, dan sebaik tempat bagi orang-orang yang bertaqwa".(Annahl : 30).

Ajaran Islam datang untuk mensucikan manusia, mengangkat derajatnya, ia mensucikan fisiknya dengan mandi dan berwudlu, mensucikan jiwanya denga ruku' dan sujud. Islam adalah jasmani dan rohani, dunia dan akhirat dengan filsafah puasa. Islam menegaskan bahwa manusia terdiri dari jasmani dan rohani.

Nilai manusia tidak terletak pada jasadnya, akan tetapi terletak pada rohani yang menggerakkannya. Kerena rohani inilah, Alloh Ta’ala memerintahkan pada malaikatnya untuk meberi penghormatan kepada manusia, karena rohani datangnya dari Alloh Ta’ala.

Maksud Firman Allah:

"Ingatlah diwaktu Tuhanmu berkata kepada para malaiakat: "Aku menciptakan manusia dari tanah, dan setelah aku sempurnakan aku tiupkan kedalamnya ruh-Ku, maka hormatlah kalian kepadanya". (Shod : 71-72).

Setelah itu manusia ada yang mengenali siapa yang meniupkan roh kapadamnya dan yang memulyakannya atas seluruh makhluknya.

Mereka itu akan bersyukkur kepada pemberi nikmat, sementara ada manusia-manusia yang melupakan Tuhannya, melupakan kepada dzat yang meniupkan roh kepadanya.

Demikian juga halnya kebudayaan. Kebudayaan yang memegang kendali alam sekarang ini telah melupakan Tuhannya, melalaikan haknya. Dunia ini tidak memiliki kebudayaan yang mengakui rohani dan jasmani, berorientasi dunia dan akhirat dan menentukan hak-hak manusia disamping hak-hak Alloh Ta’ala - kebudayaan Islam.

Puasa Romadhon sebagaimana Rosululloh SAW, jelaskan dapat mengangkat derajat pelakunya menjadi unsur rahmat, kedamaian, ketenangan, kesucian jiwa, akhlaq mulia dan perilaku yang indah ditengah-tengah masyarakat. "Bila salah seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia tidak berbicara buruk dan aib. dan jangan berbicara yang tiada manfaatnya dan bila dimaki seseorang maka berkatalah, 'Aku berpuasa' ". (Bukhory).

Dalam bulan Romadhon terdapat filsafah Islam yang mengaitkan dunia dengan akhirat, mengaitkan jasmani dan ruhani, mengaitkan bumi dengan langit, mengaitkan manusia dengan wahyu, dan mengaitkan dunia dengan kitab yang menerangi jalannya dan menetukan tujuannya.

KHUTBAH NABI MUHAMMAD MENYAMBUT ROMADHON

Maksud Hadits:

"Wahai manusia, sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lailatul qod’r) bulan yang Alloh telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathowwu'."

"Barangsiapa mendekatkan diri kepada Alloh dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain."

"Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Romadhon itu adalah bulan memberi pertolongan (syahrul muwasah) dan bulan Alloh memberikan rizqi kepada mu’min di dalamnya."

"Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang."

Para shohabat berkata, "Ya Rosululloh, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw, "Alloh memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu."

"Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa meringankan beban dari budak sahaya niscaya Alloh mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka."

"Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Romadhon, dua perkara untuk mendatangkan keridho’an Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya."

"Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Alloh dan mohon ampun kepada-Nya. Dua perkara yang kamu sangat membutuhkannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka."

"Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Alloh memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga." (Ibnu Huzaimah).