Pemilu Curang SBY Tenang, GOLPUT Menang

Ahad, 12 April 2009, Ketua Umum FPI, Habib Muhammad Rizieq Syihab, menyampaikan kepada para jama'ahnya saat membesuk beliau di Rutan Salemba - Jakarta Pusat : "Sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia tidak pernah terjadi PENGHILANGAN HAK SUARA Warga Negara. Karenanya, Pemilu Legislatif 2009 adalah Pemilu terkotor dan terburuk."

Pernyataan Ketum FPI tersebut tidak tendensius dan bukan tanpa alasan. Kasus Kerancuan DPT (Daftar Pemilih Tetap) di Jawa Timur yang sempat mencuat dan menggemparkan secara nasional beberapa waktu lalu, seharusnya menjadi WARNING bagi pemerintah untuk segera melakukan "Pembenahan" DPT sebelum Pileg (Pemilihan Legislatif) tgl. 9 April 2009. Namun, alih-alih dijadikan warning, justru Kapolda Jatim yang memproses kecurangan dalam kerancuhan DPT tersebut akhirnya dicopot dan diganti.

Karenanya, patut diduga bahwa kerancuan DPT memang "direkayasa". Dimana-mana banyak warga masyarakat yang berhak memilih tapi namanya tidak terdaftar dalam DPT, padahal pada Pileg dan Pilpres 2004 mereka masih ikut memilih. Anehnya, di basis-basis massa Partai Demokrat hampir tidak terjadi kerancuhan DPT, tapi di basis-basis massa partai lain hampir semuanya mengalami kerancuhan DPT. Di Tanah Abang - Jakarta Pusat misalnya, yang merupakan basis PPP, tidak kurang dari 3000 kader dan simpatisan PPP yang tidak masuk dalam DPT.

Itulah, cara licik untuk mendulang suara sendiri sambil menggembosi suara pihak lain. Ini adalah Pengkhianatan Konstitusi terhadap Hak Warga Negara untuk memilih. Pengkhianatan tersebut bersifat masif, meluas, sistemik, dan penuh manipulasi penghitungan suara.

Menghadapi gugatan banyak pihak, KPU enteng saja menjawab : "Tidak sengaja", karena dalam UU Pemilu yang disebut sebagai "pidana pelanggaran" adalah yang dilakukan dengan "sengaja". Padahal, andaikata pun KPU tidak sengaja, namun jelas merupakan KELALAIAN dalam melaksanakan tugas, dan itu harus dipidanakan, apalagi melanggar HAM dan KONSTITUSI, serta berpotensi menimbulkan CHAOS NASIONAL.

Lucunya, Ketua KPU Abdul Hafizh Anshary bersama rombongannya di hari pencontrengan berada di TPS SBY - Cikeas, katanya sih kerja rutin pengawasan. Terserah apa alasannya, yang jelas hal tersebut telah mencoreng "netralitas" KPU dalam Pemilu.

Sebagai catatan, gejala kecurangan SBY sudah ditengarai sejak sebelum Pemilu digelar, seperti pembagian BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk jutaan rakyat miskin yang semestinya dibagikan oleh pemerintah sejak bulan Januari 2009, justru baru dibagi saat kampanye menjelang Pemilu. Orang bodoh pun tahu bahwa itu strategi licik mengibuli rakyat miskin untuk mendulang suara mereka.

Ironisnya, beberapa hari sebelum Pileg, seorang kader Partai Gerindra, Naziri, caleg Dapil V No 1 dari Ponorogo untuk DPRD Jatim, yang juga wakil ketua DPC Gerindra Kabupaten Ponorogo - Jawa Timur, melaporkan ke Panwaslu setempat bahwa Edhie Bhaskoro Yudhoyono alias Ibas, caleg DPR RI dari Dapil VII - Jatim, telah membagi-bagikan uang kepada masyarakat untuk pemenangan dirinya dan Partai Demokrat. Hasilnya, si kader Gerindra ditangkap Polisi dengan tuduhan mencemarkan nama baik Edhie Bhaskoro putra SBY sang Presiden. Tragisnya, Naziri dibawa ke Mapolda Jatim dan diperiksa langsung kasusnya oleh Polda Metro Jaya dan Bareskrim Mabes Polri, bahkan Wakabareskrim Mabes Polri, Irjen Pol Hadiatmoko, turun tangan langsung ke Mapolda Jatim.

Sadis betul, Naziri yang semula sebagai pelapor kini berubah menjadi tersangka. Aneh betul, Panwaslu belum merespon laporan Naziri, justru Polri yang sudah mencak-mencak menangkap Naziri. Menjijikkan, perkara abal-abal dibesar-besarkan hingga ke Mabes Polri. Sudah separah itukah sehingga Polri menjadi "alat politik" penguasa yang bisa diatur sesuka rezim yang berkuasa. Sungguh sangat rendah dan amat memalukan.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa berbagai Parpol dan Caleg melakukan "money politic", tidak terkecuali Partai Demokrat dan para calegnya. Aneka cara dalam membeli suara dilakukan. Canggihnya, seorang pemilih akan dapat uang dalam kisaran 100 s/d 200 ribu rupiah dari Parpol / Caleg yang bersangkutan jika memperlihatkan foto contrengannya dalam bilik suara via HP nya sebagai bukti pilihannya.

Sesak dada kita menonton intrik kelicikan Pemilu yang dilakukan penguasa. Namun ada berita gembira yang sangat menghibur, yaitu ternyata Golput menang mutlak. Golput telah menggunakan haknya dengan sadar dan cerdas untuk "tidak memilih". Jumlahnya cukup fantastis yaitu mencapai 40 % (empatpuluh persen) secara nasional. Sedang dalam perhitungan sementara KPU yang masih berlangsung, Parpol tertinggi suaranya baru mencapai 20 % (duapuluh persen).

Sehubungan dengan hal di atas, Ketua Umum FPI, Habib Muhammad Rizieq Syihab, mengomentari : "Siapa menabur angin, dia akan menuai badai. Siapa menabur kecurangan, dia akan menuai kemalangan. Alhamdulillah, Golput menang mutlak tanpa curang, sedang mereka yang curang hanya akan jadi pecundang. Bagi kami siapa pun yang menang, dan siapa pun presiden yang akan datang, Perjuangan Islam tetap akan berjalan dengan semangat berkorban harta benda dan jiwa raga demi meraih Ridho Allah Yang Maha Kuasa. Allahu Akbar !"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar